Perkembangan dunia
semakin hari semakin cepat. Dinamika pendidikan semakin berkembangn seiring
dengan penggunaan ICT dalam proses belajar mengajar (PBM). Jika diawal tahun
2000, media pembelajaran menggunakan IT adalah sesuatu yang menakjubkan maka di
waktu sekarang ini media itu adalah sesuatu yang biasa saja. Hanya dalam selang
waktu 15 tahun perkembangan media pembelajaran mengalami perubahan yang
signifikan.
Hanya saja perkembangan
media pembelajaran belum merata bagi semua guru di Indonesia. Masih banyak guru
yang ada di Indonesia yang mengajar dengan metode dan cara yang sama. Hal ini
dikarenakan tidak adanya kesadaran para guru untuk belajar dan menambah
pengetahuan baru. Mereka sudah merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya.
Ditambah lagi dengan alasan kesibukan di lingkungan keluarga, maka kemauan
untuk belajar termasuk mengikuti kegiatan pengembangan diri semakin tidak ada.
Fakta tersebut
menjadi lebih miris lagi sebab fenomena yang muncul kemudian adalah ketika ada
kegiatan seminar, misalnya, atau diklat, pesertanya tidak akan banyak. Namun
ketika itu berbicara sertifikat, para guru akan mencoba mendaftar untuk
mengikutinya. Mereka tidak mengikuti kegiatan tersebut untuk pengembangan
kompetensi tetapi hanya memerlukan sertifikatnya saja.
Pemerintah sesungguhnya
memberikan pendidikan dan pelatihan bagi guru-guru dengan melihat hasil Uji
Kompetensi Guru (UKG) yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Diklat tersebut
dikenal dengan istilah program Guru Pembelajar. Dalam Pedoman Umum Program
Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dijelaskan bahwa “Guru pembelajar adalah
guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap
saat dan dimanapun” (Tim Penyusun, 2016).
Berbagai macam
kendala muncul sebelum dan selama pelaksanaan diklat tersebut. Terutama bagi
guru yang mengikuti Moda Daring, baik Daring Murni maupun Daring Kombinasi.
Diklat dengan menggunakan sistem Daring (Dalam Jaringan=Online) membuat guru
yang tidak melek IT susah mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.
Dalam konteks ini, banyak
ditemukan guru-guru yang kurang memiliki kesadaran dalam mengembangkan
kompetensi untuk mengetahui dunia IT. Masih banyak guru yang kurang menyadari
akan pengetahuan tentang komputer dalam pembelajaran. Dalam membuat soal
misalnya, masih banyak guru membuat soal dalam bentuk tulisan di atas kertas
lalu diberikan kepada panitia pelaksana kegiatan.
Dalam pelaksanaan
proses pembelajaran pun demikian, masih jarang ada guru yang menggunakan IT
sebagai media pembelajaran. Infokus atau LCD Proyektor yang disediakan oleh
sekolah lebih banyak menganggur di dalam lemari dbandingkan menjadi media dalam
proses belajar oleh guru. Yang lebih memprihantinkan lagi masih ada guru yang belum
memiliki laptop padahal beliau sudah tercatat sebagai guru pofesional yang
ditandai dengan kelulusan dari Diklat Sertifikasi.
Problem mendasar yang berakibat pada kurangnya
pengetahuan guru untuk memahami IT tersebut adalah tidak adanya motivasi dalam
diri mereka untuk belajar. Sudarwan Danim (2004:2) mengatakan bahwa motivasi adalah
sebuah kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme
psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk
mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Seorang guru harus memiliki motvasi belajar sebab dia dituntut
untuk menjalankan fungsinya sebagai motivator bagi peserta didiknya. Untuk
menjadi seorang motivator guru seharusnya bisa memotivasi diri untuk lebih
banyak belajar sehingga dapat menular kepada peserta didiknya. Jika seorang
guru sendiri tidak dapat memotivasi dirinya untuk belajar, peserta didik tidak
akan menemukan contoh yang bisa dijadikan teladan.
Yang
kedua, yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kesadaran untuk
mengembangkan dirinya pada bidang IT. Menurut Miarso dalam Christina Ismaniati
dikatakan bahwa pemanfaatan TIK dalam pembelajarn mendesak dalam abad 21.
Derasnya arus Informasi dan tuntutan jaman yang semakin maju setidaknya kecil
kemungkinan bagi guru untuk menjadi satu-satunya sumber belajar yang paling
sahih. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satuan pendidikan sekolah guru
memiliki peranan yang strategis. Oleh karena itu penggunaan TIK di sekolah
hendaknya di mulia dari titik pangkal yang strategis yaitu guru.”
Seperti yang dikemukakan Miarso di atas, Guru tidak dapat
tertinggal dalam kemajuan teknologi. Guru harus menjadi teladan untuk mengikuti
perkembangan teknologi. Guru mesti menjadi pemimpin dalam mengupgrade
pengetahuan tentang perkembangan teknologi. Terutama untuk digunakan dalam
proses pembelajaran. Sehingga nantinya peserta didik ikut termotivasi untuk
ikut serta mengikuti perkembangan teknologi.
Teknologi yang harus dipelajari adalah teknologi
pendidikan. Teknologi pendidikan adalah studi dan
praktik etis memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Istilah teknologi pendidikan sering
dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan
sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan akan
mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan
manusia.
Menurut Ir. Lilik Gani HA , teknologi
pendidikan adalah cara
yang sistematis dalam merancang, menerapkan, dan mengevaluasi seluruh proses
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang spesifik, berdasarkan
penelitian terhadap pembelajaran dan komunikasi antar manusia, dan
mendayagunakan kombinasi sumber daya manusia dan non-manusia untuk lebih
mengefektifkannya.
Kesadaran seperti inilah yang wajib dimiliki oleh
seorang guru. Kemajuan sebuah bangsa tentu sangat banyak dipengaruhi oleh peran
guru yang ada di dalamnya. Pendidikan memberi kontribusi yang sangat besar
terhadap kemajuan dan ketertinggalan suatu bangsa atau daerah. Dan ujuk tombak
d ari pendidikan adalah guru. Karena itu guru harus memiliki motivasi untuk
terus belajar. Jika tidak, maka bangsanya akan tertinggal.